Sejarah Paroki St Aloysius Gonzaga

 

Sekilas tentang awal mula sebelum paroki berdiri

Sebelum menjadi paroki, pada saat itu Mlati merupakan stasi yang menginduk ke Kota Baru. Kota Baru sndiri pada saat itu merupakan pusat penginjilan yang melayani daerah Mlati, Medari, Somohitan, Pakem, Kalasan, Wonosari, Bantul, Wates, dan Klepu.

Sebagai derah penginjilan, pada sat itu peran Romo Frans Strater SY sangatlah besar. Beliau sering berkeliling ke desa-desa yang agak jauh dari kota dengan naik mobil, andong, atau sepeda. Oleh karyanya, sekolah-sekolah katholik mulai muncul, kapel-kapel kecil dimana sebagai tempat untuk memberikan pelajaran agama dan kadang-kadang untuk mempersembahkan misa kudus pun juga mulai berdiri. Daerah penginjilan Kota Baru diatas sebagian besar merupakan wilayah penginjilannya.

 

Awal mula gereja berdiri

Berdirinya Gereja Mlati masih mempunyai keterkaitan dengan Gereja Medari yang berdiri pada tanggal 27 Oktober 1927. Setelah Gereja Medari berdiri, Romo Strater masih berkenan mempersembahkan misa di sekolah-sekolah katholik dimana disekitarnya banyak orang-orang katholik. Kurban Misa ditengah-tengah keluarga basanya dilaksanakan di Druju, Salam, dan Brengosan (Karanglo). Namun dalam perkembangannya, karena melihat perkembangan umat katholik di sekitar Jaten, Kebonagung, Beran, Ngepos, dan Denggung ternyata sudah cukup banyak, maka Romo Strater memberi tuga kepada bapak Afandi untuk mencari tanah didaerah Duwet karena daerah tersebut dipandang cukup strategis dengan lokasinya yang berada ditengah-tengah. Pada tanggal 8 Desember 1931, kapel Duwet berdiri dan diberkati dengan dimohonkan perlindungan Bunda Maria Tak Bercela.

Dalam perkembangannya, umat katholik disekitar kapel mulai banyak dan kapasitas kapel sudah tidak lagi mampu menampung umatnya. Maka timbullah niat Romo Strater untuk membangun kapel tersebut menjadi gereja yang besar dan megah. Namun niat tersebut tidak disetujui oleh Bp. Sumitro (guru HIS Broederan Kidul Loji) dengan alasan dan sekaligus sarannya :

  1. Sebaiknya Gereja didirikan di Mlati karena bila didirikan di Duwet letaknya agak terpencil.
  2. Mlati (lokasinya) lebih strategis karena terletak ditepi jalan raya , tepi jalan kereta api dan dekat stasiun kereta api
  3. Mlati dekat dengan pusat pemerintahan, karena Asisten Wedono berada disitu.
  4. Memang Mlati baru ada dua keluarga katholik (Bp. Fr. Sumitro & Bp. Joyosumitro) tapi ini bukan soal. Dengan keyakinan yang besar, lambat laun di Mlati dan sekitarnya , agama katholik tentu akan tumbuh dengan subur

Dengan bantuan Romo Van Baal SY (pengganti Romo A. Van Kalken SY) sebagai Missie Superior, maka usulan bapak Sumitro tersebut akhirnya disetujui, dengan catatan bapak Sumitro harus mencari tanah di daerah tersebut. Puji Tuhan, kebetulan pada saat itu ada salah satu keluarga (Bp. Ranu) yang mempunyai tanah di pinggir jalan raya Magelang (Mlati) akan pindah ke Payaman Magelang. Jual beli tanah pun berlangsung pada tahun 1934 dan disepakati tanah dijual dengan harga F. 200,-. Dengan banyak tantangan dan hambatan disana-sini, akhirnya izin mendirikan gereja pun keluar. Setelah itu pada tahun 1935 mulailah Romo Strater membangun Gereja Mlati ini

Pada tanggal 26 Juli 1936 selesailah pembangunan Gereja Mlati ini dengan meghabiskan beaya F.7000,- dan mampu menampung 1.500 umat. Pemberkatan dilakukan oleh Monsiegneur P. Wilekens SY dengan dimohonkan perlindungan dari Santo Aloysius Gonzaga. Tentang Romo-romo yang mempersembahkan misa kudus, oleh karena masih termasuk stasi di Kota Baru, maka Romo-romo yang mempersembahkan misa juga dari Kota Baru. Minggu I dan III misa kudus di Gereja Medari, Minggu II dan IV misa kudus di Gereja Mlati.

Dalam perkembangan selanjutnya, stasi Mlati mulai bisa mandiri adalah ketika mulai tanggal 1 Januari 1955 dilepas untuk mulai mengurusi kebutuhannya sendiri (kecuali untuk hal-hal yang besar atau tentang masalah pembangunan yang memerlukan beaya besar). Tempat peribadatan baru saat itu, guna menampung kemajuan umat juga diadakan di rumah Bapak Sugiyo (Donolayan) dan rumah Bapak Padmowarsito (Warak).

Stasi Mlati berubah/meningkat menjadi paroki tanggal 16 Agustus 1960, dengan pastor pertamanya yaitu Romo Antonius WignyamartoyoPr. Namun karena pastoran Mlati belum selesai dibangn maka untuk sementara Romo Wignyomartoyo tinggal di pastoran paroki Medari. Setelah menjadi paroki, Mlati juga diproyeksikan sebagai pusat penginjilan seperti halnya Kota Baru. Wilayah penginjilan Paroki Mlati padaa saat itu adalah : Brekisan, Tambakrejo, Donoharjo, Ngepas, Karangmloko, Ngepos, Dukuh Lor, Dukuh Kidul, Duwet, Jomblang, Getas, Plaosan, Warak, Cebongan, Druju, Jlegongan, dan Bantulan (meneruskan pelayanan dari Kota Baru).

Tahun 1969, Romo Wignyamartoyo pindah ke Pugeran, dilanjutkan oleh Romo CAW. Rommens SY. Pada saat ini, Kring Druju diserahkan ke paroki Medari, sedang Kring Nandan diserahkan ke paroki Jetis. Pada saat penggembalaan Romo Rommens ini, banyak hal mulai tertata rapi. Peninggalan yang dapat kita lihat antara lain: Tempat duduk umat, altar diperbaharui, salib diperbesar , memasang eternit, dan lain-lain. Ketika Romo Rommens sakit dan harus berobat ke Belanda, untuk sementara kekosongan diisi oleh Romo Pujoraharjo Pr dari paroki Medari, Romo Bock dan Romo Samodra yang saat itu bertugas di Druju, dan Romo T. Wignyo Supadmo SY yang pada saat itu adalah Rektor Seminari Tinggi Kentungan

Tanggal 9 Pebruari 1972, Romo Rommens datang lagi untuk berkarya di Paroki Mlati, namun sepuluh bulan kemudian ternyata Romo Rommens harus meninggalkan Paroki Mlati lagi dan berobat ke kembali di negeri Belanda. Yang menggantikan saat itu adalah Romo Rutten dari Somohitan dan Romo T. Wignyosupadmo namun karena Romo Wignyosupadmo jatuh sakit maka tugas-tugasnya diambil alih oleh Romo Rutten sendiri. Dalam perkembangannya, pada tangal 15 April 1974, Romo Wignyosupadmo ditugaskan penuh sebagai Romo Paroki di Mlati. Kehadiran Romo Wignyosupadmo ini ditandai dengan kegiatan-kegiatan antara lain: Pembangunan Kapel Kayunan yang telah dirintis oleh Romo Rommens dan diberkati oleh Romo Vikaris Jendral A. Joyosewoyo Pr pada tanggal 14 Juni 1974.

Oleh karena pada tahun 1980 Romo Wignyosupadmo jatuh sakit, padahal banyak tugas berat yang harus dijalankannya, maka agar tidak trjadi kekosongan, Romo Y. Susadi dari Paroki Medari hadir dan ikut ambil bagian dalam tugas penggembalaan umat di Paroki Mlati.

Pada tanggal 8 Pebruari 1981 Romo FX. Murdisusanto (dari Paroki Wedi) datang. Namun karena saat itu Paroki Mlati, Medari dan Somohitan masih dikoordinir oleh Romo Y. Suyadi, maka tugas-tugas untuk ketiga Paroki tersebut dijalankan bergantian antar Romo Y. Suyadi, Romo Fx. Murdisusanto dan Romo Joko. Dalam pelaksanaan tugas tersebut, ternyata Romo FX. Murdisusanto lebih banyak dibebani tugas-tugas di Paroki Mlati, sehingga akhirnya pada tanggal 1 Januari 1983, Romo Fx. Murdisusanto Pr. Diangkat sebagai Pastor Kepala di Paroki Mlati.

Beberapa langkah Romo FX. Murdisusanto dalam mengelola Paroki Mlati antara lain:

  • Membenahi struktur kepengurusan Dewan Paroki, disesuaikan dengan petujuk dari keuskupan antara lain bahwa jangka waktu kepengurusan Dewan Paroki itu hanya tiga tahun.
  • Membenahi haluan Gereja yang mandiri baik dalam hal aktivitas spiritual, misalnya mengusahakan guru-guru agama katholik bukan lagi guru-guru yang berasal dari luar/drop-dropan tetapi merupakan guru-guru dari wilayah setempat, Misa Wilayah (oleh Romo Paroki), Ibadat Sabda (oleh Pro Diakon), Pendalaman Iman, Sembahyangan rutin, dan lain-lain maupun aktivitas finansial misalnya: umat ikut terlibat dalam pengadaan listrik, pengadaan organ gereja, rehabilitasi gereja, menunjang berdirinya Kapel Dukuh, dan sebagainya.

Peninggalan secara fisik semasa Paroki Mlati dikelola oleh Romo FX. Murdisusanto antara lain: Sound System, Almari Sang Kristi, Patung Tyas Dalem, Eternit Pastoran dan Pendapa Pastoran, dan sebagainya.

Setelah cukup lama Paroki Mlati dikelola oleh Romo FX. Murdisusanto, pada tahun 1987, tugas pengkaryaan itu diganti oleh Romo FA. Suntoro Pr. Romo yang aslinya berasal dari Kalibawang ini merupakan pastur yang paling lama berkarya di Paroki Mlati. Banyak karya monumental yang dapat kita lihat bersama yang dibangun semasa pengelolaan Romo Suntoro ini, misalnya karya fisik: tamanisasi gereja, pengadaan organ baru untuk mengganti yang lama, renovasi altar, pengerasan halaman dengan menggunakan conblok, pembuatan pagar depan dan nama gereja St. Aloysius Mlati, dan sebagainya. Disamping itu dalam masa Romo Suntoro inipun di Paroki Mlati muncul suatu bentuk penggalangan dana dari umat dalam bentuk Tabungan Cinta Kasih. Konsep TCK ini merupakan pengembangan dari Arisan Pembangunan yang pada mulanya adalah ide dari Bp. Heri dari Wilayah Brekisan, yang mana pada saat itu digunakan untuk mencari dana pembangunan Kapel St. Yohanes Brekisan

Romo yang juga dikenal sangat tegas dan keras dalam hal kedisiplinan ini akhirnya pada tahun 1998 harus meneruskan karya gerejanya di Paroki Jombor dan Paroki Mlati mendapat pengganti Romo Venansius Mujiono Kartasudarma Pr, yang sebelumnya berkarya di Paroki Bantul. Namun sayang, oleh karena waktu berkaryanya Romo Karto tidak sampai satu tahun dan harus berpindah lagi pada pertengahan 1999, maka tidak banyak peninggalan beliau yang bisa kita lihat sekarang.

Pada tangal 1 Juli 1999, Romo Pius Riana Prabdi Pr, masuk berkarya di Paroki Mlati ini menggantikan Romo Karto. Romo Riana disamping bertugas sebagai Pastor Kepala di Paroki Mlati ternyata juga mempunyai tugas/kesibukan lain yang juga penting yaitu beliau merupakan pengganti Romo Mangunwijaya yang meninggal pada awal Pebruari 1999 di Yayasan Dinamika Edukasi Dasar (YDED) dengan kantornya di Jl Kuwera Yogyakarta

Untuk lebih mengoptimalkan tugas pengkaryaan di Paroi Mlati ini, pada tanggal 1 Agustus 2000, Paroki Mlati mendapat tambahan satu Pastor baru yaitu Romo Agustinus Sukandar Pr, yang pada saat masih frater juga bertugas di Paroki Mlati ini

Disarikan dari berbagai sumber Oleh :Danu

Kembali Ke St. Aloysius Gonzaga