Teater ALU

ALMA8 Choir

Teater ALU Olah Gerak,Visualisasikan misi

Teater ini terbentuk pada tahun 1995, untuk mengisi acara Natalan yang diadakan di Gedung serbaguna Kab. Sleman, di Beran. Mudika yang dimotori oleh FX. Danu dan FX Agung Setiawan, membentuk sebuah team teater yang akhirnya dinamakan ALU.

Nama ini diambil dari kata ALU-sius (Aloysius), atau nama Santo pelingung Gereja Mlati. Makna dari kata ALU sendiri adalah sebuah alat tradisional yang digunakan untuk menumbuk padi. Penggunaannya berpasangan dengan lesung. Jika kedua alat ini digunakan bersama-sama maka akan menimbulkan suara yang berirama. ALU sendiri juga digunakan untuk bermain musik lesung, musik tradisional pedesaan, merupakan ketukan yang sangat indah.

Oleh karena itu ALU akan selau "concern"pada masyarakat kecil serta menjadi penghibur yang mendidik. Visi teater ini adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, teater ini mempunyai misi untuk mengritisi ketidakadilan. Pada dasarnya yang menjadi anggota teater ALU adalah seluruh umat, oleh karena itu teater ALU terbuka bagi siapa saja yang ingin ikut berperan aktif di dalamnya.

 

 

 

ALMA 8 Choir Olah Suara, Muliakan Tuhan

Alma 8 Choir, atau lebih kita kenal dengan nama Alma 8, merupakan kumpulan anak-anak muda dari Paroki ini yang gemar bernyanyi. Bermula dari pentas Natalan di Hotel Natour Garuda, Jl. Malioboro, Yogya pada tahun 1994, kelompok koor dengan anggota awal 30 orang yang dimotori oleh Mas Felix Siswanto ini menjadi kelompok yang andal sampai sekarang

Alma 8, akronim dari Aloysius Mlati, kilometer 8, adalah paguyuban yang mulany tidak memiliki pengurus resmi. Menyadari bahwa banyak umat yang membutuhkan untuk Misa Kudus atau upacara pernikahan, yang artinya akan banyak "Job", maka diperlukan kemampuan menyanyi yang profesional sehingga kebutuhan akan pengurus segera dibentuk. Koordinator yang pertamakali adalah sdr. Bonivasius Esdaryanto, dan yang mewakilinya atau sebagai second person adalah Mas Gunardiyanto.

Pada prinsipnya, ALMA 8 bukanlah kelompok yang ekslusif (seperti yang sebagian umat bayangkan) dan bukanlah kelompok yang komersial. Oleh karena kekompakannya, alma terkesan ekslusif dan terkesan komersial karena sering emmperoleh uang lelah atau uang latihan. Untuk bergabung dengan Alama 8 tidak perlu pintar menyanyi, namun cukup dengan minat dan rasa cinta akan musik. Di dalam Alma 8 semua anggota berproses dan saling membantu satu sama lain, jadi bagi anda yang cinta musik dan ingin bergabung, ayolah..., jangan ragu-ragu lagi. Dan bagi anda yang membutuhkan ALMA untuk tampil, silakan hubungi kami lewat email atau pasturan Mlati.

 

 

Nampang
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Sekolah Katolik di Paroki Mlati

Sekolah dengan ciri agama Katolik di sekitar Mlati, ternyata sudah dia wali semenjak tahun 1924. Perintisnya adalah Romo Frans Sträter,SY, yang datang ke Jakarta sejak 1917 dan pindah ke Yogyakarta pada tahun 1922 untuk memimpin novisiat Sarikat Yesus yang baru didirikan. Teteapi beliau juga bertugas untuk menabur benih iman Kristiani diluar kota Yogyakarta, sedangkan tugas didalam kota dilaksanakan oleh Romo Van Driessche, SY.

Sebagai pijakan awal Romo Frans Strater, SY, melibatkan para lulusan Muntilan. Para guru negeri lulusan Muntilan menyarankan agar Romo mendirikan sekolah Katolik dan kapel di desa-desa yang dikunjungi. Hasilnya sudah didirikannya 8 stasi baru yaitu Medari, Somohitan, Mlati, Klepu, Wates, Bantul, Woosari, dan Kalasan. Beberapa sekolah rakyat 3 tahun (Bahasa belanda: Volksschool), juga didirikan. Lulusan Volksschool dapat melanjutkan penddikan ke Vervolksschool dengan para guru dari tamatan Normaalschool Muntilan, pimpinan almarhum Romo F. Van Lith, SY.

Pada masa pendudukan Jepang banyak Romo dan aktivis Katolik yang dipenjara, termasuk Romo Van Strater, SY. Sekolah bleh dibuka namun para pengajarnya tidak memperoleh gaji. PascaProklamasi kemerdekaan, orang Katolik belum merasakan kemerdekaan penuh, bahkan dituduh sebagai antek Belanda.Beberapa orang Katolik pun terbunuh. Pelajaran di sekolah-sekolah dan pendidikan agama di stasi terhenti

Stasi Mlati meningkat menjadi Paroki Mlati ditetapkan pada tanggal 16 Agustus 1960 dengan Romo yang pertama Romo Antonius Wignjamartaja sebagai gembala perdana. Beliau merasakan keprihatinan yang mendalam terhadapa para lulusan SMP yang harus mencari sekolah lanjutan diluar Paroki. Bersama dewan Paroki dan Dewan Kring, pertengahan decade 60-an eliau memrakarsai berdirinya SMP St. Aloysius yang sekarang dikelola oleh para suster SND di dusun Jaban, eilayah St. Thomas.

Masih di wilayah St. Thomas, tepatnya disusun Duwet, yang juga menjadi cikal bakal Paroki Mlati, lahir pula sekolah dasar Kanisius pada tanggal 1 Januari 1974. Tepat pada tahun ajaran baru pada waktu itu. Pemrakarsa didirikannya SD ini adalah Romo Rommens, SY, selaku Romo Paroki bekerjasama dengan Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta, Yayasan Gereja Papa Miskin yang diketuai Bp. R. Suprapto, Dewan Paroki dan Bp. St. Harjonosuparto selaku Kepala Dukuh Duwet. Kecuali menyelenggarakan pendidikan formal, SD Kanisius Duwet juga bertugas mempersiapkan para calon penerima sakramen-sakramen inisiasi, yaitu Baptis, Komunidan Krisma.

Dengan naluri keibuan, Ormas Wanita Katolik (WKI) yang diketuai oleh Ibu Tien Sunardijuga tidak mau berpangku tangan. Pada tahun 1978 WK mendirikan Taman Kanak-kanak Indria Sana I dengan domisili juga di Duwet berdekatan degan SD Kanisius. Yayasan Kanisius membantu pembangunan gedungnya, sehingga TK ini memiliki gedung sendiri. Tahun 1984 WK dengan ketuanya ibu Y. Martono mendirikan TK Indria Sana II di dusun Plaosan dengan berlindung pada Yayasan Darma Ibu Cabang Yogyakarta.

Kepedualian akan pendidikan masih saja bergulir. Bapak R.Suprapto bersama Tokoh Ktolik yang lain membentuk Yayasan Perak Murni. Bekerjasama dengan Dewan Paroki yang diketuai Bp. Lukas Sokinin, yayasan tersebut mendirikan SPG St. Agustinus di Warak yang bertahun sampai tahun 1990.